Kamis, 10 Maret 2011

Ringkasan Banten Dalam Angka 2010

Untukmelihat perkembangan Provinsi Banten secara ringkas dan cepat, silakan simak ringkasan dari Banten Dalam Angka 2010, mulai dari Bab. Pemerintahan, sampai dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

1. PEMERINTAHAN

Provinsi Banten terbagi dalam 4 kabupaten dan 4 kota, yaitu Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Serang serta Kota Tangerang, Kota Cilegon, Kota Serang dan Kota Tangerang Selatan.

Adapun jumlah kecamatan di seluruh Banten sebanyak 154 yang terbagi lagi menjadi 1.535 desa/kelurahan. Banyaknya desa ini bertambah 31 unit mulai tahun 2009, sebelumnya berjumlah 1.504 desa/ kelurahan. Pemerintahan Provinsi Banten selama tahun 2009 didukung oleh 3.291 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang terdiri dari 2.209 orang laki-laki dan 1.082 orang perempuan. Jumlah ini meningkat 2,11 persen bila dibandingkan dengan tahun 2008. Peningkatan tersebut terjadi hanya pada PNS perempuan yaitu sebanyak 78 orang (7,77%), sedangkan PNS laki-laki justru turun sebesar 0,45 persen. Dilihat dari tingkat pendidikannya, mayoritas PNS di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten adalah tamatan S1 dengan persentase 44,79 persen, disusul kemudian PNS tamatan SMTA (24,49%) dan S2 (13,16%), dimana struktur pendidikan PNS laki-laki dan perempuan hampir sama, mayoritas tamatan S1 dan SMTA.

Kondisi berbeda untuk PNS di lingkungan instansi vertikal yang ada di provinsi Banten. Mayoritas PNS-nya tamatan di bawah S1 sebanyak 51,33 persen dari total 1.948 PNS instansi vertikal. PNS dengan tamatan S1 ke atas hanya 39,63 persen, sedangkan PNS pemda provinsi Banten dengan tingkat pendidikan seperti itu mencapai 59,37 persen.

Pada tahun 2009, jumlah anggota DPRD Provinsi Banten sebanyak 85 orang, terdiri dari 71 orang laki-laki dan 14 orang perempuan. Total anggota DPRD Kabupaten/Kota se Provinsi Banten berjumlah 375 orang dengan 48 diantaranya adalah legislator perempuan. Sedangkan anggota DPR RI yang berasal dari daerah pemilihan Banten berjumlah 21 orang yang terdiri dari 16 orang laki-laki dan 5 orang perempuan.

Bab 1


2. PENDUDUK DAN TENAGA KERJA

Penduduk merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan dewasa ini. Dimana, jumlah penduduk yang besar apalagi dengan komposisi dan distribusi yang lebih merata, dapat menjadi potensi tetapi dapat pula menjadi beban dalam proses pembangunan apabila berkualitas rendah. Karena itu, proses pembangunan yang dilakukan selain diarahkan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia, harus pula mencakup upaya untuk mengendalikan laju pertumbuhan serta menyeimbangkan komposisi dan distribusi penduduk.

Jumlah penduduk Provinsi Banten dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2000, penduduk Banten berjumlah 8,10 juta jiwa tapi pada tahun 2009 meningkat menjadi 9,78 juta jiwa, atau tumbuh rata-rata sebesar 2,12 persen per tahun. Apabila dibandingkan dengan proyeksi penduduk Indonesia yang mencapai 231,37 juta orang maka penduduk Banten pada tahun 2009 sudah mencapai 4,20 persen dari total penduduk Indonesia, sehingga Banten menjadi provinsi dengan populasi terbesar kelima di Indonesia. Pada tahun 2009, Banten juga termasuk empat besar provinsi yang terpadat penduduknya yaitu dengan tingkat kepadatan mencapai 1.085 jiwa per km2 atau untuk setiap satu kilometer persegi wilayah Provinsi Banten dihuni oleh sekitar 1.085 penduduk.

Persebaran penduduk di Banten secara spasial tidak merata, karena masih terkonsentrasi di wilayah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan. Dengan luas wilayah kurang dari 14 persen dari seluruh luas wilayah Provinsi Banten, ketiga wilayah tersebut pada tahun 2009 dihuni oleh sekitar 53,47 persen dari seluruh penduduk Banten. Akibatnya, tingkat kepadatan penduduk antar wilayah di Banten menjadi sangat tidak merata. Tercatat, Kota Tangerang merupakan wilayah dengan tingkat kepadatan tertinggi, mencapai 10.101 jiwa per km2. Sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Lebak yaitu dengan tingkat kepadatan penduduk hanya 367 jiwa per km2. Berarti, Kota Tangerang hampir 28
kali lebih padat bila dibandingkan dengan Kabupaten Lebak.

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang paling menentukan dalam proses pembangunan di suatu wilayah. Semakin besar jumlah tenaga kerja, lebih-lebih apabila disertai dengan keahlian yang cukup memadai, akan semakin pesat pula perkembangan pembangunan di wilayah tersebut.

Jumlah angkatan kerja di Provinsi Banten pada tahun 2009 mencapai 4,36 juta orang, bertambah sebanyak 31.785 orang bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya sebanyak 4,33 juta orang. Penambahan tersebut terjadi karena adanya penambahan pada komponen angkatan kerja yang bekerja yang bertambah sebanyak 35.883 orang, sedangkan pengangguran justru turun sebanyak 4.098 orang. Berarti secara kuantitas, kondisi ketenagakerjaan di Banten pada tahun 2009 semakin membaik karena kesempatan kerja yang tercipta masih lebih besar bila dibandingkan dengan penambahan angkatan kerja baru.

Secara spasial, pada tahun 2009 ini hanya di Kota Tangerang dan Kabupaten Serang yang lama (Kabupaten Serang dan Kota Serang) saja yang kondisi ketenagakerjaannya semakin membaik karena kesempatan kerjanya masing-masing bertambah sebanyak 80.147 orang dan 29.775 orang, padahal angkatan kerjanya hanya bertambah masing-masing sebanyak 46.579 orang dan 17.923 orang. Sedangkan untuk kabupaten/ kota lainnya, penambahan kesempatan kerja justru lebih kecil bila dibandingkan dengan penambahan angkatan kerjanya.

Sementara itu, bagian besar atau tepatnya 2,35 juta orang tenaga kerja di Provinsi Banten bekerja antara 35 sampai 49 jam per minggu. Lebih dari 50 persen dari total tenaga kerja Provinsi Banten berdomisili di Kabupaten Tangerang (termasuk Kota Tangerang Selatan) dan Kota Tangerang, yaitu kabupaten/kota yang terkenal sebagai pusat bisnis dan konsentrasi industri. Akibatnya, serapan tenaga kerja di Sektor Perdagangan dan Sektor Industri begitu mendominasi penyerapan tenaga kerja di Provinsi Banten. Kedua sektor tersebut diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja masing-masing sebesar 26,18 persen dan 22,77 persen. Sementara itu, Sektor Pertanian berada pada posisi ketiga dalam penyerapan tenaga kerja yaitu dengan serapan sebesar 20,12 persen dari keseluruhan tenaga kerja, dan terlihat mendominasi dalam penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang.

penduduk

3. SOSIAL

3.1 Pendidikan

Pada tahun 2009, jumlah SD mengalami peningkatan 405 unit dari 4.527 unit menjadi 4.932 unit. Kenaikan terjadi pada SD Negeri yaitu dari 4.152 unit menjadi 4.513 unit atau naik 8,69 persen. SD Swasta mengalami peningkatan 44 unit dari 375 unit menjadi 419 unit. Kondisi yang sama juga terjadi pada jenjang SMP dan SMA, jumlah sekolah mengalami peningkatan, baik sekolah negeri maupun swasta. Pada jenjang SMP, terdapat penambahan 352 unit terdiri dari 183 unit SMP Negeri dan 169 unit SMP Swasta, sehingga pada tahun 2009 jumlah SMP menjadi 1.174 unit. Penambahan jumlah SMU (SMA dan SMK) lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah SMP yaitu sebanyak 236 unit. Tahun sebelumnya jumlah SMU sebanyak 635 unit, sedangkan tahun 2009 menjadi 871 unit. Penambahan tersebut, terbanyak berasal dari SMA sebanyak 124 unit, sedangkan dari SMK sebanyak 112 unit. Sementara itu, angka partisipasi sekolah penduduk Banten pada tahun 2009 untuk semua kelompok umur (KU) mengalami kenaikan yaitu KU 7 – 12 tahun naik dari 97,56 persen ke 97,85 persen; KU 13-15 naik dari 79,87 persen ke 80,88 persen; KU 16- 18 dari 48,40 persen ke 50,00 persen dan KU 19-24 dari 10,50 persen ke 11,07 persen. Berarti, pada tahun 2009 jumlah penduduk Banten yang bersekolah lebih banyak bila dibandingkan dengan tahun 2008.

Rasio murid terhadap guru pada tahun 2009 sedikit mengalami perbaikan, kecuali untuk jenjang SMP. Pada jenjang SD, setiap satu orang guru rata-rata menangani 22,76 murid, tahun sebelumnya 23,11 murid. Pada tingkat SMP, rasio murid terhadap guru berubah dari 16,59 menjadi 17,15. Pada jenjang SMA rasio murid terhadap guru turun dari 16,62 menjadi 15,11. Penurunan rasio murid terhadap guru pada jenjang SD dan SMA diharapkan meningkatkan kualitas pendidikan pada kedua jenjang tersebut.

5.2. Kesehatan dan Keluarga Berencana

Pada tahun 2008 jumlah sarana kesehatan berupa rumah sakit dan puskesmas mengalami peningkatan. Rumah sakit bertambah 25 unit dari 41 unit menjadi 66 unit, sedangkan puskesmas bertambah 10 unit sehingga menjadi 197 unit. Daerah yang mengalami penambahan puskesmas adalah Kabupaten Lebak (1 unit), Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan (2 unit) dan Kota Tangerang (5 unit). Sehingga, jika dibandingkan dengan jumlah kecamatan yang ada di provinsi Banten, dapat dikatakan bahwa semua kecamatan telah memiliki puskesmas. Bahkan ada beberapa kecamatan memiliki lebih dari satu unit puskesmas.

Penambahan kondisi sarana kesehatan juga diikuti oleh peningkatan jumlah dokter yaitu dari 2.052 orang menjadi 2.348 orang atau bertambah sebanyak 296 orang. Meskipun demikian, penambahan dokter hanya terjadi pada dokter umum dan dokter spesialis yang masingmasing bertambah sebanyak 2 orang dan 304 orang. Sedangkan, dokter gigi berkurang sebanyak 10 orang. Persalinan di Provinsi Banten selama tahun 2009 umumnya dibantu oleh tenaga medis, dalam hal ini dokter dan bidan. Dimana, persentase kelahiran yang persalinannya di bantu oleh dokter dan bidan masing-masing sebesar 15,61 persen dan 52,92 persen, mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang masing-masing mencapai 15,38 persen dan 47,05 persen. Sebaliknya, persalinan yang ditolong oleh selain dokter dan bidan seperti oleh dukun dan keluarga mengalami penurunan dari 37,57 persen pada tahun 2008 menjadi 31,47 persen di tahun 2009.

5.3. Perumahan dan Lingkungan

Umumnya, rumah tangga di Banten yang jumlahnya 2,38 juta menempati bangunan rumah milik sendiri yaitu dengan persentase sebesar 74,35 persen. Disamping itu, ada juga rumah tangga yang menempati bangunan dengan status sewa/kontrak. Persentase rumah tangga ini mencapai 15,07 persen. Sementara yang menempati bangunan lainnya (bebas sewa, dinas, rumah famili, orang tua) mencapai 10,57 persen.

Bila dibandingkan dengan tahun 2008, terlihat bahwa rumahtangga yang menempati menempati bangunan dengan status sewa / kontrak mengalami peningkatan, yang mengindikasikan bahwa populasi di wilayah padat industri sepertinya mengalami peningkatan lebih besar dibandingkan daerah lainnya. Berdasarkan data Susenas 2009, mayoritas rumah tangga di Banten menempati bangunan dengan luas lantai 50-99 m2. Persentase mereka mencapai 42,66 persen, turun bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang besarnya 47,45 persen. Urutan selanjutnya adalah rumah tangga yang menempati luas lantai bangunan 20-49 m2 dengan persentase 33,81 persen. Ada juga rumah tangga dengan rumah yang luas lantainya kurang dari 20 m2. Persentase rumah tangga ini mencapai 8,61 persen. Sedangkan rumah tangga dengan luas lantai bangunan 100 m2 lebih mencapai 14,92 persen, sedikit menurun bila dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 15,33 persen. Rumah tangga yang menggunakan air dalam kemasan sebagai sumber air minum utama mengalami peningkatan sebesar 25,81 persen pada tahun 2008 menjadi 26,86 persen. Hal ini seiring dengan semakin banyaknya jumlah outlet air minum kemasan. Sementara itu, mayoritas rumah tangga di Banten masih memanfaatkan sumber air minum pompa untuk memenuhi kebutuhan air minum, yaitu sebesar 32,23 persen.

5.4. Kriminalitas dan Bencana Alam

Pada tahun 2009 tercatat terjadi 1.403 kasus kejahatan di provinsi Banten., dengan kasus atau 47, persennya dapat diselesaikan. Kasus kejahatan berupa pencurian kendaraan bermotor (curanmor) dan pencurian dengan pemberatan (curat) menempati urutan teratas. Kasus curanmor mencapai 32,72 persen dari total kasus yang terjadi, sedangkan kasus curat sebesar 32,29 persen. Tingginya kedua kasus ini sangat mungkin terkait dengan kemiskinan dan pengangguran yang relatif tinggi di provinsi Banten. Setiap tahun selalu ada kejadian bencana alam di provinsi Banten. Hal ini terlihat dari adanya penduduk korban bencana alam. Pada tahun 2009 terdapat 12.842 orang korban bencana alam, tahun sebelumnya mencapai 8.649 orang. Kabupaten Pandeglang dan Kota Tangerang merupakan dua daerah yang paling banyak korbannya. Pada tahun 2009, 61,9 persen korban dari kota Tangerang dan 23,8 persen dari Pandeglang. Tahun sebelumnya korban dari kota Tangerang mencapai 29,0 persen sedangkan dari Pandeglang 58,4 persen.

5.5. Agama

Agama Islam merupakan agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Banten dengan persentase mencapai 87,73 persen. Disusul kemudian oleh pemeluk agama Kristen Protestan, Kristen Katholik, Hindu dan Budha dengan persentase masing-masing sebesar 5,89 persen; 1,42 persen; 0,97 persen; 4,00 persen. Secara spasial, persentase pemeluk agama islam terbanyak di Kabupaten Pandeglang yaitu sebesar 99,42 persen dan yang terendah sebesar 66,80 persen di Kota Tangerang.

sosial


6. Pertanian

6.1. Tanaman Pangan

Tanaman pangan terutama padi/ beras menjadi komoditas yang sangat strategis karena merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia. Sehingga peningkatan kinerja pertanian tanaman pangan menjadi salah satu andalan untuk menjaga, memelihara dan meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia. Produksi padi di Banten sendiri pada tahun 2009 adalah sebesar 1,85 juta ton gabah kering giling (GKG), meningkat sebesar 0,03 juta ton atau sebesar 1,70 persen bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut terjadi karena adanya peningkatan luas panen sebesar 0,97 persen yang sepertinya disebabkan oleh meningkatnya indeks penanaman sebagai akibat relatif lebih meratanya jumlah hari hujan setiap bulanya pada tahun 2009 bila dibandingkan dengan tahun 2008. Disamping itu, adanya program bantuan benih unggul yang berasal dari program SLPTT (Sekolah Lapang Pertanian Tanaman Terpadu), CBN (Cadangan Benih Nasional), dan BLBU (Bantuan Langsung Benih Unggul), membuat produktivitas padi meningkat yaitu dari 50,14 kw/ha di tahun 2008 menjadi 50,50 kw/ha pada tahun 2009.

Sementara itu, dari 6 (enam) jenis komoditas tanaman palawija,hanya komoditas ubi kayu saja yang mengalami penurunan produksi, yaitu dari 115,60 ribu ton pada tahun 2008. menjadi 105,62 ribu ton di tahun 2009. Sedangkan, komoditas tanaman jagung; kacang kedelai; kacang tanah; kacang hijau dan ubi jalar, justru mengalami peningkatan produksi masing-masing dari 20,17 ribu ton; 6,45 ribu ton; 16,32 ribu ton; 1,907 ribu ton dan 33,79 ribu ton di tahun 2008 menjadi sebesar 27,08 ribu ton;15,89 ribu ton; 19,78 ribu ton; 1,911 ribu ton dan 34,55 ribu ton

6.2. Tanaman Hortikultura

Seperti provinsi lainnya di Pulau Jawa, Banten juga mempunyai berbagai jenis tanaman hortikultura yang bisa dimanfaatkan untuk konsumsi atau keperluan lainnya. Pada tahun 2009, terdapat 3 (tiga) komoditas tanaman sayuran semusim dengan jumlah produksi relatif cukup
banyak yaitu ketimun; kacang panjang dan petsai/sawi, dengan produksi masing-masing sebesar 21,25 ribu ton; 13,66 ribu ton dan 11,91 ribu ton. Bila dibandingkan dengan tahun 2008,
ketimun dan kacang panjang mengalami penurunan produksi masingmasing sebesar 21,24 persen dan 13,28 persen, sedangkan petsai/sawi justru mengalami peningkatan produksi sebesar 13,14 persen. Disamping itu, Provinsi Banten juga mempunyai tanaman buah-buahan semusim unggulan dan berkualitas ekspor yaitu buah melon yang terkonsentrasi di Kota Cilegon, yang pada tahun 2009 ini produksinya mengalami peningkatan yang signifikan dari hanya
0,09 ribu ton di tahun 2008 menjadi sebanyak 0,46 ribu ton pada tahun 2009.

Potensi tanaman sayuran dan buahbuahan tahunan di Banten juga terlihat cukup besar. Komoditas tanaman buah-buahan yang tertinggi produksinya adalah tanaman pisang yang pada tahun 2009 ini tercatat sebesar 194,84 ribu ton, lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun
sebelumnya yang hanya 114,47 ribu ton. Buah durian asal Banten sendiri yang kelezatannya sudah terkenal luas, produksinya pada tahun 2009 ini mengalami peningkatan sebesar 20,96
persen hingga menjadi 28,15 ribu ton. Sedangkan, komoditas tanaman melinjo yang hasilnya kebanyakan digunakan untuk industri emping melinjo yang merupakan makanan khas Banten, pada tahun 2009 mempunyai produksi sebesar 25,10 ribu ton, lebih Rendah bila dibandingkan dengan produksinya pada tahun 2008 yang mencapai 26,05 ribu ton. Sementara itu, untuk jenis tanaman obat-obatan, yang terbanyak produksinya adalah laos; jahe; kunyit dan kencur dengan produksi masingmasing sebanyak 1,79 ribu ton; 1,67 ribu ton; 1,18 ribu ton dan 0,77 ribu ton.

Sedangkan untuk jenis tanaman hias, tanaman budi daya anggrek merupakan tanaman dengan produksi terbanyak yaitu mencapai 1,45 juta tangkai, dengan sentra produksi di Kota Tangerang Selatan.

6.3. Perkebunan
Perusahaan perkebunan besar milik negara di Banten yang mayoritas terletak di kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak, pada tahun 2009 mengusahakan komoditas tanaman karet, kelapa dan kelapa sawit dengan luas areal untuk masing-masing tanaman tersebut adalah 1.500 hektar, 54 hektar, 8.429 hektar. Produksi yang dihasilkan oleh masing-masing tanaman tersebut adalah 1.301 ton, 26 ton, dan 16.287 ton.

Sedangkan, Perusahaan Perkebunan Besar Swasta di Banten pada tahun 2009 hanya mengusahakan komoditas tanaman kakao dan karet, dengan luas areal dan produksi untuk masing-masing jenis tanaman tersebut adalah 1.022 hektar dan 568 ton serta 4.668 hektar dan 3.253 ton. Sementara itu, hasil produksi Perkebunan Rakyat untuk komoditas tanaman karet, kelapa, kopi, kakao dan aren, pada tahun 2009 tercatat masing-masing sebesar 6.445 ton, 57.082 ton, 2.809 ton, 1.873 ton dan 1.645 ton.

6.4. Kehutanan
Luas hutan produksi dan hutan produksi terbatas di Banten pada tahun 2009 tercatat masing-masing seluas 41.153 hektar dan 28.113 hektar. Dimana, untuk hutan produksi 64 persennya terletak di Kabupaten Pandeglang dan 68 persen hutan produksi terbatas terletak di Kabupaten Lebak.

Produksi kehutanan pada tahun 2009 adalah kayu jati sebanyak 24.296 m3 senilai 49 milyar rupiah dan kayu rimba sebanyak 36.716 m3 dengan nilai 13 milyar rupiah. Apabila dibandingkan dengan keadaan pada tahun sebelumnya, untuk produksi kayu jati terjadi penambahan sebanyak 7.920 m3 dengan nilai 16 milyar rupiah dan sebaliknya untuk kayu rimba justru mengalami penurunan produksi sebanyak 10.286 m3 senilai 4 milyar rupiah.

6.5. Peternakan
Hingga tahun 2009, tercatat populasi ternak kerbau mendominasi populasi ternak besar dengan jumlahpopulasi sebanyak 151.976 ekor. Dominasi ternak kerbau sepertinya lebih disebabkan karena jenis ternak ini juga digunakan untuk kepentingan usaha pertanian tanaman padi, yaitu untuk keperluan pengelolaan tanah. Populasi sapi potong dan sapi perah sendiri pada tahun 2009 masing-masing hanya sebanyak 73.515 ekor dan 15 ekor saja. Sementara itu, kambing dan domba pada tahun 2009 masih mendominasi kelompok ternak kecil dengan populasi masing-masing sebanyak 800.777 ekor dan 617.924 ekor. Sedangkan populasi ternak unggas, seperti ayam buras atau ayam kampung, ayam ras petelur, ayam ras pedaging dan itik pada tahun 2009 tercatat masing-masing sebanyak 9,7 juta ekor; 4,8 juta ekor; 31,8 juta ekor dan 1,7 juta ekor.

6.6. Perikanan
Produksi ikan di Banten pada tahun 2009 tercatat sebesar 89,05 ribu ton. Dimana, sekitar 62,74 persennya atau 55,87 ribu ton berasal dari hasil penangkapan, terutama hasil tangkapan ikan laut yang mencapai 55,14 ribu ton. Sisanya, yaitu sekitar 37,26 persen atau 33,18 ribu ton berasal dari budidaya perikanan, dimana budidaya tambak ikan penyumbang terbesar dengan perolehan sebanyak 14,94 ribu ton.

Adapun armada penangkapan ikan laut pada tahun 2009 berjumlah 5.830 buah yang terdiri dari 4.198 motortempel, 1.170 kapal motor dan perahu layar berbagai ukuran sebanyak 95 buah. Sementara luas areal budidaya ikan pada tahun 2009 mencapai 11,86 hektar, dimana budidaya terbesar dilakukan di sawah dengan luas 5,57 hektar dan terkecil pada jaring terapung seluas 0,72 hektar.

7.1. Industri Pengolahan
Sektor industri pengolahan merupakan sektor ekonomi yang selalu mendominasi perekonomian Banten dan ditopang oleh berbagai perusahaan industri besar dan sedang (IBS) yang terkonsentrasi di Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Cilegon,Kabupaten Serang, dan Kota Tangerang Selatan, yang mencakup sekitar 97,56 persen dari total perusahaan IBS di Banten yang pada tahun 2008 mencapai 1.804 perusahaan. Penyerapan tenaga kerjanya pada tahun 2008 mencapai 480.480 orang atau sekitar 99,25 persen dari total tenaga kerja IBS di Provinsi Banten.

Produk IBS Banten umumnya di ekspor dan mendominasi ekspor Banten. Disamping itu, IBS Banten secara spasial mempunyai ciri khas tersendiri. IBS dengan teknologi padat modal khususnya untuk produk kimia dan besi baja terkonsentrasi di berbagai kawasan industri yang terletak di Kota Cilegon dan Kabupaten Serang bagian barat. Sedangkan IBS berteknologi padat tenaga kerja umumnya terkonsentrasi diberbagai kawasan industri yang terletak di Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kabupaten Serang bagian timur.
Meskipun demikian, IBS berbasis sumber daya alam juga banyak terdapat di Banten dan tersebar merata di berbagai kabupaten/kota di Banten, jenis industri tersebut diantaranya adalah industri makanan dan minuman sebanyak 207 perusahaan dan industri dari karet, barang dari karet, dan barang dari plastik berjumlah 243 perusahaan.
Nilai tambah IBS Banten pada tahun 2008 mencapai 70,86 trilyun rupiah. Bila diperhatikan komposisi-nya, nilai tambah terbesar diberikan oleh industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia yaitu dengan nilai tambah sebesar 15,75 trilyun rupiah.

Sedangkan yang terkecil oleh industri daur ulang dengan nilai tambah hanya 24,07 milyar rupiah. Secara spasial, nilai tambah terbesar secara berurutan diberikan IBS yang berlokasi di Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Cilegon, Kabupaten Serang, dan Kota Tangerang Selatan yaitu dengan nilai tambah masing-masing sebesar 26,69 trilyun rupiahl; 18,98 trilyun rupiah; 12,01 trilyun rupiah; 10,34 trilyun rupiah dan 2,26 trilyun rupiah. Sisanya, yang hanya sebesar 566,14 milyar rupiah diberikan oleh IBS yang berlokasi Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak dan Kota Serang.

7.2 Energi
Provinsi Banten memiliki dua pembangkit yang memproduksi tenaga listrik dan masuk dalam jaringan listrik koneksi Jawa – Bali, yaitu PTLU Suralaya di Kota Cilegon yang dikelola oleh PT Indonesia Power dan PLTU Labuhan di Kabupaten Pandeglang.
Disamping itu, PLN juga memiliki pembangkit listrik berbahan bakar solar yaitu PLTD Pulo Panjang yang khusus melayani kebutuhan tenaga listrik di Pulo Panjang – Kabupaten Serang.

Distribusi listrik di wilayah Provinsi Banten juga terbagi menjadi dua, pertama yaitu wilayah yang meliputi Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan sebagian besar wilayah Kabupaten Tangerang yang dilayani oleh PT PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang. Kedua, dilayani oleh PT PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten yang cakupannya meliputi wilayah Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang, Kota Cilegon, Kota Serang, dan sebagian kecil wilayah Kabupaten Tangerang.

Jumlah pelanggan listrik PLN di Banten pada tahun 2009 sebanyak 1,77 juta pelanggan, meningkat sebesar 4,73 persen bila dibandingkan dengan tahun 2008 yang sebanyak 1,69 juta pelanggan. Peningkatan tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan daya terpasang yang pada tahun 2009 ini bertambah sebesar 0,25 juta kVA, sehingga total daya terpasang menjadi sebesar 5,36 juta kVA. Peningkatan pelanggan juga berarti meningkatnya konsumsi listrik, Tercatat, volume penjualan listrik PLN pada tahun 2009 mencapai 14,30 juta MWh, lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar 14,20 juta MWh.

Bila diperhatikan menurut kategori pelanggan, mayoritas pelanggan listrik PLN adalah pelanggan rumahtangga yang mencapai 1,65 juta pelanggan dan yang paling sedikit adalah pelanggan industri yang hanya 5.881 pelanggan. Meskipun demikian, pelanggan industri mengkonsumsi tenaga listrik terbanyak yaitu sebesar 9,45 juta MWh. Sedangkan, konsumsi listrik pelanggan rumahtangga sendiri sebesar 3,10 juta MWh.
Dari sisi neraca kelistrikan, total listrik yang tersedia untuk Banten pada tahun 2009 mencapai 16,73 MWh atau meningkat sebesar 3,67 persen bila dibandingkan dengan tahun 2008 yang sebesar 16,14 MWh. Peningkatan tersebut berimplikasi pada meningkatnya pemakaian listrik untuk kepentingan distribusi, yaitu dari 0,90 juta MWh di tahun 2008 menjadi 1,14 MWh pada tahun 2009. Sayangnya, persentase susut tenaga listrik PLN pada tahun 2009 ini juga bertambah sebesar yaitu 1,27 persen sehingga persentase susutnya menjadi 7,70 MWh

8. Perdagangan Luar Negeri

Perdagangan luar negeri, ekspor dan impor, dalam era globalisasi dewasa ini merupakan suatu keniscayaan, karena tidak ada satu pun negara di dunia ini yang dapat hidup secara mandiri. Dengan impor, suatu negara dapat memenuhi berbagai kebutuhan barang dan jasa baik barang konsumsi, bahan baku, maupun barang modal, yang tidak dapat diproduksi sendiri secara lebih murah, menguntungkan, efiesien, dan berkualitas.

Melalui ekspor, suatu negara dapat menjual berbagai barang dan jasa yang diproduksinya sehingga dapat menambah devisa, meningkatkan produksi dalam negeri, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Karena itu, perdagangan luar negeri berdampak sangat luas sekaligus seharusnya menguntungkan bagi perekonomian domestik.
Volume dan nilai ekspor Banten pada tahun 2009 masing-masing mencapai 3,76 juta ton dan 5.806,33 juta USD. Bila diperhatikan komposisinya, ekspor Banten lebih banyak yang dimuat melalui pelabuhan/bandara diluar Banten terutama melalui Pelabuhan Tanjung Priok yang mencapai 2,08 juta ton dengan nilai 4.798,32 juta USD. Disamping itu, ekspor Banten kebanyakan untuk negara-negara Asia, terutama ke negara-negara ASEAN yaitu sebesar 1,37 juta ton dan 1.279,69 juta USD. Secara individu, ekspor Banten lebih banyak ditujukan ke AS, China dan Jepang yaitu masing-masing senilai 1.035,09 juta USD; 462,78 juta USD dan 444,80 juta USD.
Sedangkan, volume dan nilai impor Banten pada tahun 2009 masing-masing mencapai 10,81 juta ton dan 5.523,09 juta USD. Bila diperhatikan komposisinya, impor Banten lebih banyak yang dibongkar melalui Pelabuhan Merak yang mencapai 6,00 juta ton dengan nilai 3,72 juta USD. Disamping itu, impor Banten kebanyakan berasal dari negaranegara Asia, terutama negara-negara ASEAN yaitu sebesar 2,96 juta ton dan 1.791,17 juta USD. Secara individu, impor Banten lebih banyak berasal dari Singapura, China dan Arab Saudi yaitu masing-masing senilai 1.086,84 juta USD; 601,54 juta USD dan 542,66 juta USD.
Bila dibandingkan dengan tahun 2008 yang mencapai 6.971,91 juta USD, maka ekspor Banten mengalami penurunan yang cukup drastis yaitu sebesar 16,72 persen. Penurunan tersebut disebabkan oleh krisis finansial dan ekonomi global yang turut melanda negara-negara mitra dagang utama seperti AS, China dan Jepang, dimana ekspor Banten ke negara-negara tersebut masing-masing mengalami penurunan sebesar 14,62 persen; 13,81 persen dan 30,66 persen.
Disamping itu, penurunan ekspor Banten setidaknya dapat dikonfirmasi oleh turunnya impor Banten pada tahun 2009 sebesar 23,06 persen bila dibandingkan dengan tahun 2008 yang mencapai 7,178,23 juta USD. Untuk diketahui, impor Banten kebanyakan merupakan bahan baku dan barang modal untuk keperluan industri pengolahan, dimana kebanyakan industri Banten adalah industri berorientasi ekspor dengan produk yang juga mendominasi ekspor Banten. Karena itu, penurunan impor sekaligus mengindikasikan adanya penurunan ekspor.

9.1. Perhubungan Darat

Panjang jalan provinsi dan jalan negara di Provinsi Banten pada akhir tahun 2009 mencapai 1.379,41 km, terdiri dari 490,40 km jalan negara dan 889,01 km jalan provinsi. Panjang jalan ini tidak mengalami perubahan dibandingkan tahun sebelumnya, karena tidak adanya peralihan kewenangan. Semua jalan negara telah diaspal, sedangkan jalan provinsi yang belum diaspal hanya sebesar 2,31 persen. Kondisi jalan negara maupun provinsi hanya 49,11 persen yang baik, padahal pada tahun sebelumnya masih 59,54 persen. Kondisi jalan negara yang baik mengalami peningkatan, dari 281,59 km pada tahun 2008 menjadi 350,07 km di tahun 2009. Sebaliknya, kondisi jalan provinsi yang baik justru turun hampir 212,14 km hingga hanya tinggal 327,42 km pada tahun 2009 Populasi kendaraan roda empat yang terdaftar pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah (DPKAD) Provinsi Banten sampai akhir tahun 2009 mencapai 325.710 unit, bertambah 22.536 unit bila dibandingkan dengan akhir tahun 2008 yang sebanyak 303.174 unit. Penambahan tersebut, lebih disebabkan oleh adanya kendaraan baru yang mencapai 26.472 unit, karena hasil mutasi justru menyebabkan kendaraan lama yang terdaftar berkurang sebanyak 3.936 unit. Populasi kendaraan umum roda empat sendiri hanya sekitar 13,93 persen dari total pupulasi kendaraan roda empat atau hanya sebanyak 45.371 unit, itupun 2.125 unit diantaranya merupakan tambahan armada baru.

Sementara itu, populasi sepeda motor yang terdaftar pada DPKAD Provinsi Banten mencapai 2,03 juta unit, dengan 0,28 juta diantaranya merupakan kendaraan baru. Semua sepeda motor adalah kendaraan pribadi dan tidak termasuk dalam kategori kendaraan umum.
Di Provinsi Banten terdapat 21 stasiun kereta api yang berada pada sepanjang jalur kereta api Merak – Jakarta. Pada tahun 2009, volume penumpang kereta api mencapai 7,74 juta orang, meningkat sebesar 2,16 persen bila dibandingkan dengan tahun 2008 yang sebanyak 7,57 juta orang.
Akibatnya, pendapatan PT KA yang diperoleh dari penjualan tiket pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 9,95 persen hingga mencapai 17,82 milyar rupiah.

9.2. Perhubungan Udara
Bandara Soekarno-Hatta merupakan bandara terbesar di Indonesia. Terletak di Kota Tangerang dan menjadi pintu keluar-masuk internasional bagi Indonesia, baik untuk penumpang maupun barang. Tingkat kepadatan bandara Soekarno-Hatta dapat dilihat dari jumlah pesawat dan penumpang yang sepertinya melebihi kapasitasnya.
Jumlah pesawat dan penumpang domestik yang berangkat dari bandara ini mengalami peningkatan masingmasing dari 104.279 pesawat dan 11,89 juta orang pada tahun 2008 menjadi 112.843 pesawat dan 13,32 juta orang di tahun 2009.

Untuk tujuan internasional, jumlah pesawat dan penumpang yang berangkat melalui bandara ini pada tahun 2009 mengalami peningkatan masing-masing sebesar 0,27 persen dan 6,22 persen hingga menjadi 24.799 pesawat dan 3,83 juta orang.

9.3. Perhubungan Laut
Angkutan penyeberangan di pelabuhan Merak merupakan salah satu dari kegiatan usaha jasa kepelabuhan yang diberikan oleh pelabuhan umum di Indonesia. Pelabuhan umum menurut statusnya dibedakan antara pelabuhan umum yang diusahakan dan pelabuhan umum yang tidak diusahakan. Secara umum, jumlah trip angkutan penyeberangan di pelabuhan Merak pada tahun 2009 mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2008 untuk jenis kapal cepat Bakauheni, sedangkan untuk jenis kapal cepat Ro-Ro justru meningkat.
Pada tahun 2009 jumlah trip kapal cepat Bakauheni sebanyak 1.290 trip, sedangkan kapal cepat Ro-Ro mencapai 26.317 trip. Hanya saja, jumlah penumpang yang diangkut baik oleh kapal cepat Bakauheni maupun oleh kapal cepat Ro-Ro sama-sama mengalami penurunan masing-masing dari 100.385 orang dan 1.604.312 menjadi 84.974 orang dan 1.511.653. Jumlah kendaraan yang diangkut pada tahun 2009 juga menurun dari 1.658.757 unit menjadi 1.644.354 unit.

10. Hotel dan Pariwisata
Jumlah hotel di Provinsi Banten pada tahun 2009 berkurang 11 unit yaitu dari 226 unit menjadi 215 unit dan terjadi karena hotel non bintang jumlahnya berkurang 11 unit hingga menjadi 178 unit. Pengurangan jumlah hotel juga diikuti dengan pengurangan jumlah kamar dan tempat tidur masingmasing sebanyak 71 unit dan 958 unit sehingga jumlah kamar hotel dan tempat tidur masing-masing menjadi 5.789 unit dan 9.012 unit.
Pada tahun 2009, banyaknya tamu hotel mengalami penurunan 1,64 persen hingga jumlahnya menjadi 1,10 juta orang. Hal ini terjadi karena tamu asing menurun drastis, yaitu dari 91.364 orang di tahun 2008 menjadi hanya 49.700 orang. Sebaliknya, tamu nusantara justru meningkat sebesar 2,25 persen hingga jumlahnya menjadi 1,05 juta orang.
Akibatnya, tingkat penghunian kamar (TPK) juga mengalami penurunan. Tercatat, TPK hotel berbintang dan hotel non bintang pada tahun 2009 masing-masing hanya sebesar 42,07 persen dan 30,50 persen, padahal pada tahun 2008 masing-masing masih sebesar 46,89 persen dan 33,13 persen.

Meskipun demikian, rata-rata lama menginap justru meningkat. Tercatat, rata-rata lama menginap tamu asing pada hotel berbintang dan hotel non bintang pada tahun 2009 adalah 2,13 malam dan 1,62 malam. Lebih lama bila dibandingkan dengan tahun 2008 yang hanya 1,51 malam dan 1,20 malam. Begitu pula dengan tamu nusantara yang rata-rata lama menginapnya pada hotel berbintang dan hotel non bintang meningkat dari 1,32 malam dan 1,12 malam di tahun 2008 menjadi 1,54 malam dan 1,22 malam.

11.1. Investasi (PMA dan PMDN)
Secara faktual, investasi yang tumbuh di suatu negara dibedakan menurut asalnya yaitu dari dalam dan luar negeri. Dalam skala besar, investasi yang berasal dari dalam negeri lebih dikenal sebagai Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Sedangkan yang berasal dari luar negeri terbagi menjadi dua :
Pertama, investasi langsung atau yang lebih dikenal sebagai Penanaman Modal Asing (PMA) adalah model investasi yang dilakukan dengan cara langsung mendirikan pabrik atau unit usaha lainnya sehingga berdampak secara riil terhadap perekonomian
suatu negara. Kedua, investasi tidak langsung atau lebih dikenal sebagai investasi fortopolio adalah model investasi yang umumnya dilakukan melalui pasar uang sehingga lebih berdampak terhadap sektor finansial suatu negara.
Investasi, dalam kaitan PMA dan PMDN, berarti meningkatkan kapasitas produksi atau sisi supply perekonomian suatu negara atau daerah, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat, sehingga menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi. Investasi tersebut, dalam jangka panjang akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi di suatu negara atau daerah akan terus terjaga dan berkelanjutan atau sustainable growth, serta meningkatkan PDRB potensialnya tanpa takut dihantui oleh melonjaknya inflasi.

Banyaknya realisasi proyek investasi PMA di Banten pada tahun 2009 adalah sebanyak 68 proyek dengan nilai sebesar 1,70 triliun rupiah dan 310,90 juta USD dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 13.043 orang. Bila diperhatikan komposisi menurut sektor, sebanyak 19 proyek senilai 1,23 triliun rupiah dan 60,27 juta USD dialokasikan untuk proyek-proyek di sektor perdagangan, hotel, dan restoran, 39 proyek senilai 0,43 triliun rupiah dan 150,92 juta USD untuk sektor industri pengolahan, dan sisinya sebanyak 10 proyek senilai 0,05 triliun rupiah dan 99,71 juta USD untuk proyek-proyek di tiga sektor yaitu sektor pertambangan dan
penggalian; sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.
Karena itu, proyek investasi PMA di Banten berlokasi di KabupatenSerang, Kabupaten Tangerang, KotaTangerang, dan Kota Cilegon, yaitu kabupaten/kota yang menjadi pusat bisnis dan industri terkonsentrasi.
Sementara itu, dari total proyek sebanyak 14 proyek investasi PMDN dengan nilai 412,27 miliar rupiah yang terealisasi pada tahun 2009, sebanyak 12 proyek diantaranya yaitu dengan nilai 406,77 miliar rupiah untuk sektor industri pengolahan. Sisanya, yaitu masing-masing senilai 2,5 miliar rupiah dan 3 miliar rupiah dialokasikan untuk sektor perdagangan, hotel, dan restoran dan sektor keuangan,persewaan, dan jasa perusahaan.

Sedangkan lokasi proyek terletak di Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang, dan Kota Cilegon. Total penyerapan tenaga kerja untuk realisasi PMDN sendiri pada tahun 2009 adalah sebanyak 2.710 orang.

11.2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Salah satu instrumen kebijakan fiskal yang dimiliki oleh Pemerintah adalah pengeluaran atau belanja Pemerintah. Melalui pos pengeluarannya, Pemerintah melakukan intervensi terhadap perekonomian nasional/ daerah dengan tujuan untuk meningkatkan PDB/PDRB, menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan masyarakat serta mengurangi kemiskinan.
Kebijakan fiskal dikatakan ekspansif apabila pengeluaran pemerintah terus meningkat dan politik anggarannya adalah defisit. Kebijakan fiskal yang ekspansif sangat bermanfaat dalam kondisi krisis ekonomi atau pada saat kondisi ekonomi sedang lesu sehingga pemulihan ekonomi menjadi lebih terpacu.
Kebijakan fiskal dikatakan kontraktif apabila pengeluaran pemerintah menurun atau politik anggarannya adalah surplus. Kebijakan fiskal yang kontraktif sangat bermanfaat untuk mengurangi tekanan inflasi akibatpertumbuhan ekonomi yang terlalu tinggi.

Apabila diperhatikan perkembangan posturnya, terlihat bahwa APBD Provinsi Banten dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Realisasi pengeluaran atau belanja Pemerintah Provinsi Banten pada tahun 2009 meningkat sebesar 7,40 persen, yaitu dari 2,25 triliun rupiah pada tahun 2008 menjadi 2,42 triliun rupiah di tahun 2009. Pendapatan daerah pun, setiap tahun terus mengalami peningkatan. Dimana, realisasi pendapatan daerah pada tahun 2009 mencapai 2,44 triliun rupiah yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2008 yang sebesar 2,35 triliun rupiah. Akan tetapi, peningkatan pendapatan tersebut lebih banyak berasal dari peningkatan dana perimbangan Pemerintah Pusat dan sebagian lagi dari peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).
Tercatat, porsi dana perimbangan pada tahun 2009 sebesar 30,58 persen yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2008 yang hanya sebesar 29,20 persen.
Peningkatan realisasi belanja Pemerintah Provinsi Banten sangat bermanfaat untuk perekonomian, sayangnya peningkatan tersebut masih dalam tataran kebijakan anggaran yang bersifat surplus, dimana pendapatan selalu lebih tinggi daripada belanja.
Padahal, untuk mengimbangi politik anggaran Pemerintah Pusat yang selalu defisit, Pemerintah Provinsi Banten harus menempuh kebijakan anggaran berimbang agar ekonomi daerah menjadi lebih terpacu.

11.3. Penerimaan Pajak
Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan pemerintah. Semakin tinggi level ekonomi suatu negara, penerimaan pajak sudah seharusnya menjadi semakin besar pula. Semakin besar penerimaan pajak, semakin berkurang pula kebergantungan pemerintah terhadap utang sebagai sumber pembiayaan.Penerimaan pajak PBB di Provinsi Banten pada tahun 2009 mencapai 1,11 triliun rupiah, meningkat sebesar 47,48 miliar rupiah bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar 1,07 triliun rupiah. Peningkatan tersebut, terutama disebabkan oleh pertambahan pajak PPB di daerah perkotaan sebesar 77,62 miliar rupiah.
Sedangkan, penerimaan pajak penghasilan di Provinsi Banten pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 4,07 miliar rupiah sehingga total penerimaannya menjadi 2,79 triliun rupiah. Penurunan tersebut disebabkan oleh turunnya penerimaan pajak penghasilan dari badan usaha yang mencapai 77,02 miliar rupiah. Akibatnya, penerimaan pajak PBB dan pajak pernghasilan pada tahun 2009 hanya bertambah sebesar 43,41 miliar rupiah atau sebesar 1,12 persen, sehingga total penerimaan pajak pada tahun 2009 mencapai 3,90 triliun rupiah.

11.4. Perbankan
Jumlah dana masyarakat yang berhasil dihimpun oleh kalangan perbankan di Banten sampai akhir tahun 2009 mencapai 43,19 triliun rupiah, bertambah sebesar 6,92 triliun rupiah bila dibandingkan dengan tahun 2008 yang sebesar 36,23 persen. Bila diperhatikan komposisi dana menurut lokasi bank penghimpun, terlihat bahwa yang terbesar berasal dari Kota Tangerang dengan nilai sebesar 18,66 triliun rupiah dan yang terkecil dihimpun dari lebak dengan jumlah dana sebesar 0,54 triliun rupiah.
Sementara itu, total pinjaman yang disalurkan oleh kalangan perbankan untuk lokasi kegiatan di Banten sampai akhir tahun 2009 adalah sebesar 58,02 triliun rupiah, lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2008 yang 58,00 triliun rupiah. Apabila dilihat dari penggunaannya, sekitar 26,94 triliun rupiah diperuntukkan bagi pinjaman modal kerja; 11,41 triliun rupiah untuk pinjaman investasi dan sisanya untuk pinjaman konsumsi.
Secara sektoral, pinjaman terbesar diberikan untuk pengembangan sektor industri pengolahan, dengan total pinjaman sebesar 18,42 triliun rupiah. Sedangkan bila diperhatikan menurut lokasi kegiatanya, maka pinjaman terbesar diberikan untuk proyek yang berlokasi di Kabupaten Tangerang yaitu dengan jumlah sebesar 33,00 trulyun rupiah.

Selanjutnya, bila dibandingkan antara jumlah dana yang berhasil dihimpun dengan jumlah pinjaman yang disalurkan, maka dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2009 ini lebih banyak dana dari luar yang masuk ke Banten daripada dana yang ke luar Banten, yaitu dengan selisih sekitar 14,82 triliun rupiah. Meskipun demikian, bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, besarnya selisih dana tersebut semakin berkurang.

11.5. Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Inflasi

IHK Banten pada bulan Desember 2009 tercatat sebesar 119,06 atau lebih tinggi bila dibandingkan dengan IHK pada bulan yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 118,64.
Akibatnya, laju inflasi di Banten untuk daerah perkotaan pada tahun 2009 sebesar 2,86 persen, jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 11,47 persen. Sehingga, dapat dikatakan bahwa kenaikan harga barang dan jasa untuk daerah perkotaan di Banten secara umum sangat rendah dan terkendali. Hal ini dapat terjadi karena Bank Indonesia serta Pemerintah Pusat dan Provinsi Banten berhasil mengatasi gejolak kenaikan harga baik dari sisi demand maupun sisi supply dan baik yang berasal dari dalam negeri atau domestic inflation maupun dari luar atau imported inflation.
Sedangkan, inflasi untuk daerah perdesaan di Banten pada tahun 2009 mencapai 3,45 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan inflasi daerah perkotaan yang sebesar 2,86 persen.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh BPS dan Bank Pembangunan Asia (ADB) yang menyatakan bahwa laju inflasi daerah perdesaan akan selalu lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah perkotaan, yang salah satunya disebabkan oleh tingginya kenaikan biaya transportasi akibat rendahnya kualitas
jalan.
Sementara itu, nilai tukar petani (NTP) di Banten pada tahun 2009 secara rata-rata mencapai 97,75. Berarti, perubahan harga yang dibayar petani lebih besar bila dibandingkan yang diterima petani dari kegiatan pertaniannya. Meskipun demikian, tingkat kesejahteraan petani di Banten pada tahun 2009 telah mengalami peningkatan karena NTP pada tahun 2008 rata-rata hanya sebesar 97,31.

11.6. Koperasi
Kinerja usaha koperasi di Provinsi Banten pada tahun 2009 secara umum menunjukkan peningkatan yang signifikan bila dibandingkan dengan tahun 2010, karena hampir semua indikatornya menunjukkan adanya perbaikan.
Tercatat, jumlah koperasi yang aktif meningkat sebesar 18,10 persen dan sebaliknya jumlah koperasi yang tidak aktif berkurang sebesar 10,46 persen.

Modal yang dimiliki oleh koperasi dan modal luar meningkat masing-masing sebesar 41,69 persen dan 52,99 persen. Bahkan, jumlah asset koperasi pun meningkat sebesar 48,42 persen. Sedangkan, satu-satunya indikator yang menunjukan penurunan hanyalah volume usaha yang turun sebesar 6,55 persen. Meskipun demikian, jumlah sisa hasil usaha (SHU) koperasi justru meningkat sebesar 43,05 persen, yang mengisyaratkan adanya peningkatan keuntungan yang diperoleh.

12.1. Pengeluaran Peduduk
Data pengeluaran (dalam rupiah) yang dibedakan menurut kelompok makanan dan bukan makanan dapat digunakan untuk melihat pola pengeluaran penduduk. Disamping itu, sebagai proxy data pendapatan, data tersebut juga dapat digunakan untuk mengukur adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan hasil Susenas Panel 2009, rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk Banten sebesar 518.971 rupiah, meningkat sebesar 14,20 persen bila dibandingkan dengan tahun 2008 yang hanya sebesar 454.454 rupiah. Berarti, pendapatan dan daya beli masyarakat secara ratarata diperkirakan meningkat sebesar 11,34 persen karena laju inflasi pada tahun 2009 hanya sebesar 2,86 persen.
Bila diperhatikan menurut komposisi pengeluarannya, ternyata peningkatan tersebut lebih banyak digunakan untuk keperluan konsumsi bukan makanan daripada konsumsi makanan. Tercatat, rata-rata pengeluaran per kapita sebulan untuk keperluan konsumsi makanan meningkat sebesar 14,71 persen, sedangkan untuk konsumsi bukan makanan justru hanya meningkat sebesar 13,44 persen.
Meskipun demikian, hal tersebut tidak bertentangan dengan Hukum Engel, karena dasar hukum tersebut adalah tidak adanya perubahan selera.

Padahal, lebih besarnya peningkatan pengeluaran untuk konsumsi makanan sepertinya selain lebih disebabkan oleh adanya perubahan selera juga karena tingginya inflasi pada tahun 2009 untuk kelompak bahan makanan dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau yang masing-masing mencapai 1,81 persen dan 8,33 persen. Komposisi pengeluan per kapita sendiri pada tahun 2009 ini untuk keperluan konsumsi makanan dan konsumsi bukan makanan masing-masing sebesar 47,15 persen dan 52,85 persen.

12.2. Konsumsi Kalori dan Protein Makanan
Hasil Susenas Panel 2009 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi kalori dan protein per kapita sehari penduduk Banten pada tahun 2009 adalah 1.979,58 kkal dan 57,31 gram.
Bila dibandingkan dengan angka kecukupan kalori dan protein penduduk Indonesia per kapita per hari berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII yaitu 2.000 kkal dan 52 gram protein, maka rata-rata konsumsi kalori penduduk Banten pada tahun 2009 masih dibawah standarnya. Sebaliknya, rata-rata konsumsi protein penduduk Banten pada tahun 2009 sudah lebih dari standarnya.

12.3. Ketersediaan Pangan
Salah satu tugas Pemerintah via Bulog adalah menyediakan stok pangan, terutama stok beras yang cukup untuk kebutuhan masyarakat, khususnya untuk stabilisasi harga dan kebutuhan yang mendesak, misalnya bencana alam. Stok beras di Bulog Sub Divre Banten yang tersebar di Kabupaten Serang, Lebak, dan Kota Tangerang, setiap bulannya pada tahun 2009 rata-rata mencapai 33,60 ribu ton yang cukup konsumsi setiap penduduk Banten selama 11 hari. Stok beras di Banten sendiri pada akhir tahun 2009 mencapai 18,84 ribu ton, lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 28,88 ribu ton.

13.1. PDRB Provinsi Banten
Perekonomian Banten pada tahun 2009 ini menghadapi tantangan yang cukup berat, terutama akibat adanya krisis finansial dan ekonomi global yang merembet sejak tahun 2008 dan dampaknya terasa maksimal pada tahun ini. Akibatnya, sisi foreign demand ekonomi Banten mengalami pelemahan dan merembet kepada sisi supply nya terutama sektor industri pengolahan. Beruntung, pada tahun 2009 ini terdapat peristiwa temporer yang dapat memperkuat sisi domestic demand yaitu Pemilu dan Pilpres, sehingga pelemahan ekonomi Banten menjadi tertahan.
Secara nominal, level ekonomi Banten pada tahun 2009 bertambah sebesar 10,56 triliun rupiah, yaitu dari 122,49 triliun rupiah di tahun 2008 menjadi sebesar 133,05 triliun rupiah pada tahun 2009, atau mengalami peningkatan sebesar 7,93 persen. Hanya saja, Produk Domestik Bruto (PDB) nominal Nasional pada tahun 2009 meningkat sebesar 11,79 persen atau bertambah sebesar 662,09 triliun rupiah hingga menjadi 5.613,44 triliun rupiah, sehingga rata-rata PDRB nominal per provinsi pada tahun 2009 adalah sebesar 170,10 triliun rupiah. Berarti, level perekonomian Banten pada tahun 2009 ini masih tetap dibawah rata-rata Nasional, yaitu masih sekitar 78,22 persen dari nilai rata-rata.

Apabila ditelaah menurut sisi demand-nya, ternyata dari total nilai PDRB Banten yang sebesar 133,05 trilyun rupiah; 59,49 persennya berasal dari komponen pengeluaran konsumsi rumahtangga; 31,65 persen dari komponen pembentukan modal tetap bruto; 4,80 persen dari komponen pengeluaran pemerintah; 6,89 persen dan sisanya dari komponen perubahan stok dan komponen ekspor neto. Karena itu dapat dikatakan bahwa perkembangan dan pertumbuhan ekonomi PDRB Banten di-drive oleh konsumsi rumahtangga domestik Banten.
Secara riil, ekonomi Banten pada tahun 2009 tumbuh sebesar 4,69 persen, melambat bila dibandingkan dengan tahun 2008 yang tumbuh sebesar 5,77 persen. Perlambatan tersebut dari sisi supply disebabkan oleh adanya perlambatan pertumbuhan yang terjadi pada kebanyakan sektor ekonominya terutama sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang masing-masing tumbuh sebesar 1,50 persen dan 6,51 persen, sebagai akibat adanya pelemahan pada sisi foreign demand dan melemahnya permintaan untuk investasi. Sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan sektor yang dominan dalam perekonomian Banten dengan share masing-masing sebesar 43,17 persen dan 20,79 persen.

13.2. PDRB Kabupaten/Kota
Seperti diketahui, sektor industri pengolahan terkonsentrasi di Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon, sedangkan untuk sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebagian besar terkonsentrasi pada tiga kabupaten/kota tersebut. Sehingga, pembentukan PDRB Banten pun secara spasial didominasi oleh ketiga kabupaten/kota tersebut. Tercatat, ketiga kabupaten/kota tersebut pada tahun 2009 masing-masing memberikan share sebesar 34,94 persen; 21,75 persen dan 14,15 persen terhadap pembentukan PDRB Nonimal Banten. Sedangkan sisanya yang hanya sebesar 29,16 persen disumbang oleh Kabupaten Serang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak dan Kota Serang.
Sementara itu dari sisi pertumbuhan, Kota Tangerang Selatan pada tahun 2009 ini menjadi daerah yang paling tinggi pertumbuhan ekonominya yaitu mencapai 8,49 persen dan yang terendah adalah Kabupaten Serang yang hanya tumbuh sebesar 3,18 persen. Sedangkan, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon masing-masing tumbuh sebesar 5,74 persen; 4,40 persen dan 4,84 persen. Meskipun demikian, andil terbesar bagi pertumbuhan ekonomi Banten tetaplah dipegang oleh Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Cilegon, dengan kontribusi masing-masing sebesar 1,19 bps (basis points); 0,98 bps dan 0,71 bps.


--

Artikel Terkait



6 komentar:

  1. sy butuh BDA 2010, tp sy tdk bisa lngsung k bps prov banten. apa bisa d bantu kirim via email? atau paket??

    BalasHapus
    Balasan
    1. silakan hubungi saja bagian perpustakaan via telpon atau email yang ada di http://banten.bps.go.id

      Hapus
  2. dta lengkp tentang pajaknya ga ada ya??

    BalasHapus
  3. saya butuh data tentang jumlah pabrik tahu ada gak ya

    BalasHapus
  4. saya PAK SLEMET posisi sekarang di malaysia
    bekerja sebagai BURU BANGUNAN gaji tidak seberapa
    setiap gajian selalu mengirimkan orang tua
    sebenarnya pengen pulang tapi gak punya uang
    sempat saya putus asah dan secara kebetulan
    saya buka FB ada seseorng berkomentar
    tentang AKI NAWE katanya perna di bantu
    melalui jalan togel saya coba2 menghubungi
    karna di malaysia ada pemasangan
    jadi saya memberanikan diri karna sudah bingun
    saya minta angka sama AKI NAWE
    angka yang di berikan 6D TOTO tembus 100%
    terima kasih banyak AKI
    kemarin saya bingun syukur sekarang sudah senang
    rencana bulan depan mau pulang untuk buka usaha
    bagi penggemar togel ingin merasakan kemenangan
    terutama yang punya masalah hutang lama belum lunas
    jangan putus asah HUBUNGI AKI NAWE 085-218-379-259
    tak ada salahnya anda coba
    karna prediksi AKI tidak perna meleset
    saya jamin AKI NAWE tidak akan mengecewakan






    saya PAK SLEMET posisi sekarang di malaysia
    bekerja sebagai BURU BANGUNAN gaji tidak seberapa
    setiap gajian selalu mengirimkan orang tua
    sebenarnya pengen pulang tapi gak punya uang
    sempat saya putus asah dan secara kebetulan
    saya buka FB ada seseorng berkomentar
    tentang AKI NAWE katanya perna di bantu
    melalui jalan togel saya coba2 menghubungi
    karna di malaysia ada pemasangan
    jadi saya memberanikan diri karna sudah bingun
    saya minta angka sama AKI NAWE
    angka yang di berikan 6D TOTO tembus 100%
    terima kasih banyak AKI
    kemarin saya bingun syukur sekarang sudah senang
    rencana bulan depan mau pulang untuk buka usaha
    bagi penggemar togel ingin merasakan kemenangan
    terutama yang punya masalah hutang lama belum lunas
    jangan putus asah HUBUNGI AKI NAWE 085-218-379-259
    tak ada salahnya anda coba
    karna prediksi AKI tidak perna meleset
    saya jamin AKI NAWE tidak akan mengecewakan

    BalasHapus

  5. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus