Beberapa hari yang lalu, ratusan Warga Banyumas dihebohkan adanya penemuan jalan yang diduga mengandung medan magnet. Penemuan tersebut berada di Jalan Raya Limpakuwus-Baturraden, tepatnya ditengah areal Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Baturraden.
Menurut warga sekitar, keberadaan jalan bermedan magnet tersebut sudah cukup lama. Fenomena tersebut pun akhirnya menjadi ajang "eksperimen" bagi warga yang datang, Senin (18/4). Salah satunya dilakukan warga Desa Karangmangu Kecamatan Baturraden, yang mencoba dengan sepeda motornya. Tak hanya warga, aparat keamanan pun turut menjajal kebenaran medan magnet tersebut, dengan menggunakan mobil patroli dalam kondisi mesin mati, ternyata mobil bisa berjalan mundur.
Kemungkinan medan magnet belum bisa dibuktikan. Kalau benar ada medan magnet di bawah permukaan tanah tersebut, jarum kompas akan berputar kencang. Untuk membuktikan kebenarannya akan dilakukan penelitian lebih lanjut.
Bukti mobil posisi parkir tanpa rem tangan dengan kondisi jalanan menurun, dan terlihat mobil berjalan mundur makin lama makin kenceng jalanan tanpa di GAS
Namun menurut Peneliti geologi Fakultas Sains dan Teknik Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Muhammad Azis, mengatakan, tidak ada medan magnet di sekitar objek wisata Baturaden, Kabupaten Banyumas.
"Hal ini diketahui berdasarkan penelitian yang kami lakukan di sekitar lokasi yang disebut-sebut masyarakat memiliki medan magnet," katanya di Desa Limpakuwus, Kecamatan Baturaden, Banyumas, Senin.
Dalam hal ini, sejumlah media elektronik memberitakan adanya fenomena "jabal magnet" atau medan magnet yang ditemukan warga pada akhir pekan lalu di salah satu jalan di Desa Limpakuwus.
Masyarakat setempat menganggap jalan yang berada di sekitar Objek Wisata Baturaden kondisinya menanjak dan memiliki medan magnet sehingga dapat menarik kendaraan yang sedang parkir.
Terkait hal itu, tim peneliti dari Fakultas Sains dan Teknik Unsoed, Senin siang, melakukan penelitian di tempat tersebut.
Menurut Azis, penelitian tersebut dilakukan dengan mengukur tinggi permukaan jalan yang dikabarkan memiliki medan magnet.
"Setelah diteliti, tinggi permukaan jalan sepanjang 30 meter tersebut adalah sama, yakni 717 meter di atas permukaan laut," katanya.
Selain itu, kata dia, jarum kompas yang digunakan dalam penelitian tidak menunjukan perbedaan arah yang signifikan.
Bahkan, lanjutnya, arah mata angin yang ditunjukkan jarum kompas tersebut cenderung stabil.
Menurut dia, fenomena tersebut hanyalah tipuan penglihatan sehingga jalan itu seolah menanjak dan memiliki medan magnet.
"Fenomena ini hanya tipuan penglihatan saja," katanya menegaskan.
Hingga Senin siang, puluhan warga terlihat mendatangi lokasi yang dikabarkan memiliki medan magnet tersebut.
"Saya penasaran ingin melihat apa benar di Baturaden ada jabal magnet seperti yang diberitakan televisi tadi pagi," kata seorang warga Kedungbanteng, Mukobin.
Horisontal Palsu
Fenomena 'medan magnet' yang terjadi di Banyumas, Jawa Tengah, telah dibantah oleh para pakar. Mereka mengatakan bahwa ini merupakan ilusi visual yang membuat kesan kepada mata bahwa sebuah jalan menurun terlihat seolah-olah sebagai jalan yang menanjak.
Fenomena ini tak hanya ada di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia, Situs ensiklopedia online Wikipedia bahkan memiliki data yang cukup lengkap di lokasi mana saja fenomena ini dijumpai.
Dalam sebuah penelitiannya, Paola Bressan, Monica Barracano, dan Luigi Garlaschelli dari Padova University dan Pavia University Italia, berkesimpulan bahwa efek yang lebih dikenal dengan istilah bukit magnet atau bukit anti-gravitasi ini faktanya hanya merupakan ilusi visual.
"Kami menyimpulkan bahwa efek ini terjadi dari sebuah mispersepsi seseorang terhadap gravitasi. Ini disebabkan oleh hadirnya 'garis horizon palsu' di lokasi itu," seperti tertera pada hasil penelitian tertulis mereka.
Penelitian mereka juga menemukan bahwa permukaan miring biasanya akan dipersepsikan lebih rendah daripada bidang horizontal, ketika didahului, atau diikuti, atau diapit oleh sebuah lereng turunan yang curam. Mereka yakin, efek ini bisa dibuat ulang secara artifisial tanpa campur tangan gaya magnet, anti-gravitasi, atau 'gaya-gaya misterius' lain.
Bagaimana Fenomena Jabal Magnet di Mekah ?
Seorang teman menunjukkan fenomena menarik di Arab Saudi. Orang menyebutnya Gunung Magnet (Jabal Magnet) untuk menjelaskan fenomena ini. Jabal Magnet terletak sekitar 30 km di utara Madinah dan katanya memiliki gaya tarik bumi (yang salah disebut sebagai magnet, padahal gravitasi) jauh lebih besar dari sekitarnya.
Fenomena yang mengesankan disini adalah efek keterbalikan gravitasi. Saat anda jalan menurun, rasanya sangat sulit. Pedal gas harus di tekan dalam-dalam. Sebaliknya, saat anda menanjak naik, kendaraan seolah bergerak begitu saja. Anda bahkan tidak perlu menekan pedal. Bila anda yang biasa di pegunungan, anda tentunya tahu kalau sebaliknya lah yang masuk akal. Naik sangat sulit karena melawan gravitasi, sementara turun sangat gampang, karena dibantu gravitasi. Bukan hanya dengan kendaraan, menuang air atau menggulirkan bola akan tampak naik mendaki, bukannya turun.
Daerah semacam ini bukan hanya ada di Madinah, tapi di China: (Liaoning, Shan Dong, Xi An), Taiwan, Utah, Uruguay, India (Ladakh) dan Korea. Dan tidak ketinggalan di Gunung Kelud, Gunung Semeru dan mungkin di Pager Gunung, Pekalongan, negara kita sendiri. Beberapa orang langsung mengkaitkannya dengan UFO, paranormal, mukjizat religius, hantu, dan hal-hal yang justru lebih aneh lagi dari fenomenanya sendiri.
Jadi apa sebenarnya fakta ilmiahnya? Well, menurut fisikawan, dan dibenarkan oleh pengukuran GPS, efek ini semata hanyalah ilusi. Yup. Ilusi yang disebabkan oleh lansekap. Posisi pohon dan lereng di daerah sekitar, atau garis cakrawala yang melengkung, dapat menipu mata sehingga apa yang terlihat menaiki tanjakan sesungguhnya menuruni tanjakan.
Berdasarkan yang telah anda duga, tidak di seluruh bagian gunung yang mengalami kondisi ‘ajaib’ ini. Hanya pada titik tertentu, yang langka, yang kondisi-kondisi memungkinkan agar efek ini terjadi.
Fisikawan Brock Weiss dari Universitas Negara Bagian Pennsylvania mengatakan “Kuncinya adalah lereng yang bentuknya sedemikian hingga memunculkan efek seolah anda menaiki tanjakan.” Pengukuran GPS yang dilakukan Weiss dan ilmuan lainnya menunjukkan kalau elevasi daerah dasar tanjakan, sesungguhnya lebih tinggi dari elevasi daerah puncak tanjakan. Jalannya sesungguhnya menurun!
Pikiran manusia seringkali menipu, dan inilah mengapa kita tidak dapat semata bertopang pada kesaksian walaupun jujur. Kita memerlukan alat ukur yang lebih canggih dan obyektif. Dalam kasus jabal magnet dan ratusan gunung sejenis di penjuru dunia, bukan Hukum Gravitasi Newton yang salah, tapi pikiran kita sendiri yang tertipu.
Pengujiannya sederhana sekali, hanya pengukuran GPS di titik dasar dan puncak tanjakan. Anda bisa mencoba sendiri bila anda memiliki GPS. Hal ini mengapa SGS (Saudi Geological Survey) tidak pernah heboh mengenai adanya Jabal Magnet.
Beberapa orang berusaha mengambil penjelasan ilmiah dalam bentuk pengaruh lava berusia ratusan juta tahun. Walau begitu, hal ini jelas salah karena fenomena jabal magnet terjadi di daerah lain yang bukan gunung berapi.
Mata manusia dan otak dapat dengan mudah dibohongi sehingga berpikir kalau hukum fisika dapat berubah, namun yang ada hanyalah penyimpangan sudut pandang dan sudut yang ganjil. Apa yang dimiliki oleh semua lokasi gravitasi terbalik ini adalah cakrawala yang sepenuhnya atau sebagian besar terhalangi. Akibatnya, sulit bagi mata manusia untuk menilai kemiringan sebuah permukaan. Tidak adanya titik referensi yang handal, diperkuat ilusinya oleh indera keseimbangan tubuh, khususnya bila kemiringan lereng ini kecil. Akibat lain dari tidak adanya referensi adalah benda yang secara normal dianggap tegak lurus tanah (seperti pepohonan) dikira memang tegak lurus, padahal ia berbaring. Ilusi ini serupa dengan ilusi kamar Ames, dimana bola dapat terlihat bergulir melawan gravitasi.
Sumber : antara.com, cybernews.tv, faktailmiah.com, vivanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar