Modus operandi kasus 'minta transfer' yaitu dimulai ketika pelanggan menerima SMS yang berisi permintaan untuk mentransfer sejumlah uang ke sebuah rekening. Salah satu SMS 'minta transfer' adalah sebagai berikut: "Tolong uangnya Di transfer sekarang aja ke bank BNI:022-741-3***. A/n FRISKA ANANDA dan sms reply saja kalau sudah diTransfer, trimkasih".
Sebagian besar penerima SMS 'minta transfer' ini akan langsung menghapusnya karena tahu SMS itu palsu. Namun, ada saja yang tertipu dengan langsung mentransfer uang ke rekening yang disebutkan. Mereka ini beranggapan, yang mengirimkan SMS memang orang yang dikenalnya atau kebetulan mereka memang akan menunggu SMS informasi rekening dari keluarga atau temannya.
Untuk kasus kedua, soal sedot pulsa. Masalah dimulai ketika pelanggan menerima SMS dari nomor empat digit yang memberi tahu pelanggan mendapat bonus atau hadiah. Pelanggan diminta mengecek dengan memasukkan kode tertentu untuk mengklaim bonus atau hadiahnya. Setelah itu, mereka akan sering menerima SMS dan pulsa langsung terpotong Rp 1.000 atau Rp 2.000.
Misalnya, SMS yang diterima Yudhistira, karyawan swasta, dari nomor 27672 berisi "Xpressive SMS Bonus. Kamu terpilih buat dptin UANG 3 JUTA, BB ONYX & Pulsa 50rb! Hub *123*2767# utk ambil kesempatanmu skrg! GRATIS WALLPAPER Romantis! 5rb/bln". Sekali mengirim ke nomor yang diberikan, sebenarnya pelanggan telah setuju melakukan registrasi sehingga akan dikirimkan konten secara rutin dengan tarif premium yang telah ditetapkan.
Lain lagi kasus ketiga misalnya pengalaman Anjar Anastasia, seorang member Kompasiana. Anjar menyebutkan di blognya, dia menerima SMS 'minta transfer' dan membalas SMS itu dengan menanyakan apa maksud dari SMS itu. Namun, tidak ada balasan sama sekali, malahan keesokan harinya Anjar mendapat report bahwa SMS itu gagal terkirim.
Setelah membaca berita tentang pencurian pulsa, Anjar mengecek pulsa ponselnya dan ternyata banyak berkurang. Kemudian, dia menelepon call center provider langganannya dan mendapatkan informasi bahwa pulsanya berkurang bukan akibat menerima/membalas SMS 'minta transfer' tersebut. Melainkan karena pengiriman beberapa kali SMS promo dari beberapa nomor dengan beberapa digit angka yang memang sering diterimanya.
Agar berhenti mendapatkan SMS promo dan terpotong pulsanya, Anjar diminta untuk mengirimkan SMS dengan isi STOP ke nomor-nomor yang mengirimkan SMS promo tersebut satu persatu. Ternyata umpan balik dari SMS STOP adalah sebagai berikut:
Ke nomor 600, mendapat balasan SMS: "Sayang sekali km tdk akan dpt ksmptn utk raih hadiah uang tunai nya dari program TOP. Terima kasih atas partisipasinya. Untuk info, tlp ke 021-8299194". Ke nomor 9133: "Anda diberhentikan pada keseluruhan layanan berlangganan kode akses: 9133. Info lebih lanjut hub 021-7989808". Ke nomor 9122: "Anda diberhentikn pada keseluruhan layanan berlangganan kode akses: 9122. Info lebih lanjut hub 021-7989808"
Anjar merasa tidak pernah melakukan registrasi dari layanan dari nomor diatas. Menurut customer service provider seluler yang dihubungi Anjar, SMS Promo itu terkirim karena bisa sengaja atau tidak kalau kita menggunakan Internet. "Meski saya masih merasa aneh saja karena penggunaan internet yang biasa saya gunakan tidak macam-macam, tapi paling tidak saya sudah tahu jawabannya," demikian komentar Anjar atas jawaban dari customer service tersebut.
Munculnya tiga kasus SMS di atas dalam waktu yang hampir bersamaan memang banyak membuat masyarakat mengira pulsa mereka berkurang akibat menerima atau membalas SMS yang berisi permintaan untuk mentransfer uang ke sebuah rekening. Buat pembaca, agar tidak terjabak dengan tipuan tersebut, pastikan tidak merespon SMS dari orang yang tidak dikenal atau dapat menghubungi customer service dari provider yan digunakan. Pastikan juga layanan yang Anda gunakan dengan mengecek malalui saluran yang disediakan provider.
Modus Sedot Pulsa
Kepolisian Daerah Metro Jaya mencatat ada dua metode dalam menjalankan kejahatan dengan modus sedot pulsa. Dilakukan dengan berkelompok dan menggunakan konten seperti 'SMS Pull' dan 'SMS Push'.
Menurut Kepala Sub Direktorat Cyber Crime, Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Hermawan, untuk kelompok pertama, bisanya pelaku menggunakan nomor dari salah satu provider kemudian mengirimkan pesan kepada nomor korban secara acak.
"Pesan itu ada nomor kode awalan untuk menstransfer pulsa. Jika korban membalas maka secara langsung pulsa akan tersedot," katanya, Selasa, 4 Oktober 2011.
Biasanya pelaku mengiming-imingi korban dengan berbagai cara. Mulai dari menang hadiah undian seperti mobil atau motor. Dengan cara itu, biasanya korban tertarik untuk membalas pesan yang dikirimkan pelaku.
Cara selanjutnya adalah dengan menggunakan konten yang dikeluarkan badan usaha yang bekerjasama dengan operator. Memang ada layanan tersendiri, dan biasanya layanan itu mengirim pesan ke telepon korban dengan nomor empat digit.
Konten berbasis SMS ini dikelompokan lagi menjadi dua. Pertama adalah 'SMS Pull' yang berbasis request, jadi hanya ketika diminta maka informasi via SMS tersebut akan dikirim ke pengguna ponsel. Layanan yang biasa menggunakan model seperti ini adalah kuis, polling, atau information on demand.
Layanan kedua adalah 'SMS Push', layanan berbasis langganan dengan cara pendaftaran terlebih dahulu. Biasanya dengan kata ‘REG’. Selanjutnya secara rutin penyelenggara konten akan mengirimkan SMS secara rutin ke pelanggan tersebut. Dan baru akan berhenti ketika pelanggan mengirim permohonan yang biasanya diawali dengan kata ‘UNREG’.
Tapi belakangan yang terjadi para pelanggan akan kesulitan untuk unreg layanan itu, meski sudah dicoba berkali-kali. Banyak pelanggan yang merasa dirampok karena layanan ini membajak pulsa mereka tanpa henti.
"Biasanya layanan tanya jawab itu beruntut dan tidak mungki hanya dua pertanyaan, itu yang dianggap merugikan," kata Hermawan.
Saat ini, dari kasus yang ditangani satuan cyber crime, sebanyak 60 persen adalah kasus penipuan. Karena itu masyarakat yang merasa dirugikan atas SMS tersebut diminta untuk segera laporkan kepada polisi.
Operator Dikumpulkan
Aksi penipuan yang mencuri pulsa pelanggan seluler dengan modus menyediakan konten dianggap meresahkan. Menanggapi ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika pun akan memanggil 10 operator telepon seluler, hari ini, Rabu, 5 Oktober 2011.
Kepala Humas Kementerian Kominfo Gatot S. Dewa Broto mengatakan, Kementerian Kominfo akan meminta penjelasan kepada operator terkait 'pencurian' pulsa. Pasalnya, selama ini operator seluler kerap dituding permisif terhadap penipuan itu.
"Kami ingin klarifikasi soal itu (pemotongan pulsa tanpa keinginan pelanggan). Hanya perwakilan operator saja," kata Gatot saat dihubungi VIVAnews, Selasa malam, 4 Oktober 2011.
Gatot menjelaskan, operator seluler akan diminta untuk menjelaskan apakah ada kesulitan dalam menangani kasus penipuan sedot pulsa ini.
"Karena ini kan pelanggaran yang complicated. Tapi kami tidak akan menyerah. Kalau perlu regulasi diperkuat, kami akan perkuat."
Kementerian Kominfo sendiri saat ini sedang mengumpulkan data-data mengenai pelanggaran terkait penipuan sedot pulsa. Jika operator seluler terbukti melakukan kesalahan, akan langsung ditindak.
Setelah mengumpulkan operator seluler, Gatot menambahkan, Kementerian Kominfo akan melakukan koordinasi lebih besar terkait penipuan sedot pulsa. Untuk mengatasi tindak kriminal, Kementerian Kominfo juga akan berkoordinasi dengan polisi.
"Pekan depan adakan yang lebih besar, dengan mengundang Barekrim, YLKI, dan Kemensos. Karena ini terkait dengan undian berhadiah," lanjut Gatot.
Menkominfo Tifatul Sembiring juga mengancam akan menindak tegas dan menertibkan seluruh konten provider nakal. Modus sedot pulsa merupakan tindakan kriminal, dan melanggar undang-undang dan peraturan menteri.
"Kalau mereka salah kami tindak, bahkan ini kriminal, menyedot pulsa orang tanpa ijin. Seseorang diregister harus ada ijinnya, harus ada fakta atau bukti kalau dia oke. Rp1.000 atau Rp2.000, kalau jutaan orang kan miliaran juga," kata Tifatul, kemarin.
Secara umum, tipe layanan berbasis SMS ini dikelompokan menjadi dua. Pertama adalah 'SMS Pull' yang berbasis request, jadi hanya ketika diminta maka informasi via SMS tersebut akan dikirim ke pengguna ponsel. Layanan yang biasa menggunakan model ini seperti ini adalah kuis, polling, atau information on demand.
Layanan kedua adalah 'SMS Push', layanan berbasis langganan dengan cara pendaftaran terlebih dahulu. Biasanya dengan kata ‘REG’. Selanjutnya secara rutin penyelenggara konten akan mengirimkan SMS secara rutin ke pelanggan tersebut. Dan baru akan berhenti ketika pelanggan mengirim permohonan yang biasanya diawali dengan kata ‘UNREG’.
Tapi belakangan yang terjadi para pelanggan akan kesulitan untuk unreg layanan itu, meski sudah dicoba berkali-kali. Banyak pelanggan yang merasa dirampok karena layanan ini membajak pulsa mereka tanpa henti.
Dominasi Pengaduan Konsumen ke YLKI
Pengaduan tentang jasa telekomunikasi menduduki ranking pertama pengaduan yang diterima Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Pada 2010, ada 590 pengaduan konsumen, di mana 101-nya adalah pengaduan jasa telekomunikasi.
"Data pengaduan 2010 itu ada 590 pengaduan konsumen, 101-nya adalah pengaduan jasa telekomunikasi. Itu merupakan ranking pertama pengaduan konsumen untuk tahun 2010 alias 17,1 persen. Nah, 46,7 persen dari pengaduan jasa telekomunikasi merupakan kasus SMS pengambil pulsa," kata Sularsi dari divisi pengaduan dan hukum YLKI kepada detikcom, Rabu (5/10/2011).
YLKI pun menindaklanjuti pengaduan itu dengan duduk bersama Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia (BRTI) di mana terdapat Kemenkominfo di dalamnya, Asosiasi Telekomunikasi Seluler yang anggotanya 10 operator dan Kemensos. Pertemuan digelar pada sekitar 2010 lalu, namun belum ada kesepakatan apa pun.
"Kita desak ada sistem option in ketika konsumen menerima tawaran baik itu ring tone, kuis atau apa pun. Ketika kita dikirim SMS semacam itu, kita harus diberi pilihan apakah mau ikut acara itu atau tidak. Ketika keluar maka harus ada option out, nah saat itu seharusnya tidak ada aksi apa pun, jangan karena diam lalu dianggap menyetujui dan pulsa tersedot," papar perempuan yang akrab disapa Larsi ini.
Yang juga memberatkan konsumen adalah ketika ingin keluar dari layanan tersebut, konsumen diharuskan membayar lagi, biasanya Rp 2.000. Dengan begitu, ikut atau tidak ikut layanan, konsumen harus tetap mebayar. Hal itu dinilainya sebagai bisnis yang tidak etis dan curang. Apalagi informasi SMS premium itu terkadang sangat menyesatkan.
Soal regulasi, imbuhnya, sudah ada Peraturan Menteri Kominfo No 1/2009 tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium dan Pengiriman Jasa Pesan Singkat (Short Messaging Service/SMS) ke Banyak Tujuan (Broadcast). Dalam aturan itu, jika konsumen merasa terganggu maka berhak menghubungi operator untuk memblokir agar tidak lagi dikirimi SMS sampah.
"Jika konsumen dirugikan, maka operator juga harus mengembalikan uang yang diambil content provider. Tapi untuk mendapatkan uang yang sudah dikeluarkan harus keluar uang lebih dan belum tentu dapat hasilnya," sambung Larsi.
Menurut dia, good will pemerintah untuk melindungi konsumen dari pencurian pulsa ini belum terlihat. Sebab Kemenkominfo terkesan membiarkan peristiwa itu terjadi.
"Harus ada pengawasan, dan ini masih belum dilakukan. Soal regulasi nomor dua, tapi sanksi harus diberikan. Apakah 180 juta pelanggan seluler harus membuat pernyataan agar tidak dikirimi produk di luar produk operator," tutur Larsi.
Konten yang terindikasi dapat menyedot pulsa biasanya berupa layanan SMS premium yang menawarkan konten ketika registrasi ditambah biaya layanan. Misalnya saja, konten dari pengirim konten dengan nama-nama tertentu yang berisi berikut.
"No.HP Anda SEDANG UNTUNG hari ini, SEGERA LIHAT *567*xx# utk LANGSUNG DAPAT 2 JUTA dari ZONA DIS***. 1kuponDiskon/mg/2rb. CS:021252xxxx (sms ini Rp0)". Namun, ketika perintah itu diikuti, pulsa akan berkurang, sementara bonus yang dijanjikan tidak didapatkan.
Beberapa konten lainnya, menawarkan pelanggan untuk registrasi di nomor empat digit. Hal ini, jelas membuat pulsa berkurang sesuai tarif registrasi. Biasanya tarifnya sebesar Rp 2 ribu setiap registrasi. Namun, ketika di-unreg, konten itu tidak bisa berhenti, padahal untuk biaya unreg-nya Rp 2 ribu.
Beberapa konten lainnya melakukan kecurangan dengan menembak sendiri nada sambung pribadi atau i-ring ke handphone pengguna, padahal tidak melakukan registrasi, sehingga pengguna HP terpotong pulsanya. Contoh lainnya adalah konten games. Dalam iklan konten games tersebut, penyedia konten tidak menyebutkan jenis handphone apa saja yang bisa men-download game. Jadi ada kasus sudah men-down load game tapi tidak berhasil lantaran jenis HP tidak sesuai, padahal pulsa sudah terpotong.
Warga Matraman Lapor Polisi
Imbauan polisi agar warga melapor jika dirugikan content provider yang menyedot pulsa, langsung digubris oleh warga Matraman, Jakarta Pusat, Feri Kuntoro. Feri melaporkan pasal UU ITE No 11 Tahun 2008 dan UU Perlindungan konsumen.
"Saya melapor dari content provider yang iseng-iseng saya ikuti di televisi pada bulan Maret. Tayangnya tengah malam, ada iming-iming hadiah," kata Feri di Polda Metro Jaya, Jl Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu (5/10/2011).
Setelah diikuti, lanjut Feri, muncul informasi kalau konten tersebut tidak bisa dihentikan. Feri pun kesal karena setiap informasi yang masuk, pulsa Feri terpotong.
"Gemes saya. Saya berhak dilindungi dalam bentuk pelayanan konsumen. Saya pikir kayak begini nggak cuma saya," keluhnya.
Feri sudah mencoba mendatangi gerai operator telekomunikasi yang ia gunakan. Namun tidak ada tindakan dari operator tersebut. Malah customer service menyuruh Feri untuk melakukan unreg konten itu sendiri.
"Dapat SMS yang sebenarnya saya ingin unreg. Sejak Maret sudah saya coba. Tapi dia bilang 'maaf sistem sedang bermasalah. Silakan coba lagi'," ucapnya.
Tak hanya itu, Feri malah menerima dua nada dering di telepon selulernya. Padahal Feri sama sekali tidak pernah mendaftarkan nada dering tersebut. Setiap bulannya pulsa Feri tersedot akibat dua nada dering lagu Ridho Rhoma dan Ari Lasso tersebut.
"Disangkanya saya gaul nih pakai RBT begini. Saya nggak minta nada dering itu," jelasnya.
Feri mengatakan, dirinya jarang sekali melakukan kontak komunikasi dan SMS kepada siapa pun. Namun tagihan telepon pascabayar Feri mencapai Rp 180-200 ribu.
"Kurang lebih Rp 450 ribu kalau diuangkan sejak Maret. Saya pasif jarang telepon, jarang SMS," ungkapnya.
Atas kejadian ini, Feri berharap Menkominfo Tifatul Sembiring bisa merapikan content provider tersebut. Sedangkan bagi masyarakat, Feri meminta agar berhati-hati dengan tayangan seorang perempuan yang memberikan iming-iming hadiah.
"Hati lihat tayangan berhadiah. Kayak lelang gitu siapa tercepat. Content providernya *933*xx#," tandasnya.
Adukan Saja ke Hotline 159, Gratis!
Pemerintah sebenarnya telah memiliki posko untuk pengaduan layanan seluler yang dianggap merugikan. Posko itu ditangani oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dengan hotline 159.
"BRTI punya nomor 159, itu free. Nanti BRTI menindaklanjuti memanggil mana operator yang salah," kata Menkominfo Tifatul Sembiring usai menghadiri upacara peringatan HUT TNI di Cilangkap, Jakarta, Rabu (5/10/2011).
Tifatul mengatakan, untuk persoalan ini, pihaknya telah bekerja sama dengan pihak kepolisian. "Jelas (kerja sama polisi), polisi kan sudah bicara," kata menteri dari PKS ini.
Pencurian pulsa atau penyedotan pulsa dengan dalih konten itu sebenarnya sudah cukup lama terjadi dan dikeluhkan masyarakat. Berdasar keprihatinan ini, sejumlah mahasiswa yang mengatasnamakan Lingkar Studi Mahasiswa (Lisuma) Jakarta, membuka sebuah posko aduan pencurian pulsa.
Posko 'bergerak' itu setiap hari berpindah lokasi. Masyarakat yang mendatangi posko tersebut tersebut tidak sedikit. Mereka berbondong-bondong mendatangi posko untuk mengadukan pengalamannya.
Sumber Kompas, Vivanews, Detiknews
aku juga pernah pulsaku kesedot operator, apa boleh buat daripada tiap hari pulsaku dicuri mendingan ganti kartu
BalasHapus