Sejalan dengan langkah-langkah tersebut di atas, maka Kepala BPS Sugito Suwito (pada waktu itu) telah memohon kepada Bapak Presiden berkenan menetapkan “Hari Statistik”. Dengan penetapan tersebut diharapkan dapat digunakan untuk memberdayakan masyarakat agar makin menyadari arti dan kegunaan statistik. Hari Statistik juga telah dimiliki oleh negara berkembang dan negara maju.
Bahkan pihak PBB sudah lama ingin mencanangkan Hari Statistik yang bersifat internasional, walaupun sampai saat ini belum ada kesepakatan dari seluruh negara anggota menganai penetapan tanggalnya (baru mencanangkan tanggal 20 Oktober, sebagai Hari Statistik Dunia, tahun kemarin) Pada dasarnya wadah kegiatan statistik di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1920 walaupun system kelembagaan yang bersifat sentralisasi belum terbentuk. Dimulai dengan terbentuknya CKS (Centraal Kantoor vor de Statiistiek), secara kelembagaan wadah dan kegiatan statistik terus berubah dan berkembang. Oleh karena itu, Hari Statistik dipilih dan ditetapkan atau didasarkan kepada peristiwa yang dinilai signifikan dengan perjalanan sejarah lembaga statistik ini.
Penetapan “Hari Statistik” dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran statistik bagi para responden, produsen dan konsumen data agar dapat memberdayakan secara maksimal semua pelaku menuju terwujudnya Sistem Statistik Nasional. Bagi petugas statistik, pemberdayaan tersebut dilakukan antara lain dengan mempertajam cara pandang, memperluas wawasan serta menanamkan budaya kerja yang paripurna.
Hal-hal tersebut tentunya sangat diharapkan agar mampu memacu gairah menuju kesatuan tekad dalam menyajikan statistik yang andal, lengkap, tepat, akurat dan terpercaya.
Sejarah Kegiatan Statistik
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda sekitar bulan Februari 1920 Kantor Statistik untuk pertama kali didirikan oleh Direktur Pertanian dan Perdagangan (Directeur van Landbouw Nijverheid en Handel) dan berkedudukan di Bogor. Pada bulan Maret 1923 dibentuk suatu komisi yang bernama Komisi untuk Statistik yang anggotanya merupakan wakil-wakil dari tiap-tiap departemen. Komisi tersebut diberi tugas merencanakan tindakan yang mengarah sejauh mungkin pencapaian kesatuan dalam kegiatan bidang statistik di Indonesia. Pada tanggal 24 September 1924 nama lembaga tersebut diganti dengan nama Centraal Kantoor voor de Statistiek (CKS) atau Kantor Pusat Statistik dan dipindahkan ke Jakarta.
Bersamaan dengan itu beralih pula pekerjaan mekanisasi Statistik Perdagangan yang semula dilakukan oleh Kantor Invoer-Uitvoer en Accijsen (IUA) yang sekarang disebut Kantor Bea dan Cukai, diserahkan ke CKS. Pada bulan Juni 1942 Pemerintah Jepang mengaktifkan kembali kegiatan statistik yang difokuskan untuk memenuhi kebutuhan perang/militer. CKS diganti namanya menjadi Shomubu Chosasitsu Gunseikanbu.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 kegiatan statistik tidak lagi ditangani oleh Chosasitsu Gunseikanbu tetapi oleh lembaga/instansi baru sesuai dengan suasana kemerdekaan yaitu Kantor Penyelidikan Perangkaan Umum Republik Indonesia (KAPPURI). Tahun 1946 kantor KAPPURI dipindahkan ke Yogyakarta sebagai konsekuensi dari Perjanjian Linggarjati. Sementara itu Pemerintah Belanda (NICA) di Jakarta mengaktifkan kembali CKS.
Berdasarkan surat Edaran Kementerian Kemakmuran tanggal 12 Juni 1950 Nomor 219/S.C, KAPPURI dan CKS dilebur menjadi Kantor Pusat Statistik (KPS) dan berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Menteri Kemakmuran. Dengan surat Menteri Perekonomian tanggal 1 Mei 1952 nomor P/44, lembaga KPS berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri Perekonomian. Selanjutnya dengan keputusan Menteri Perekonomian tanggal 24 Desember 1953 Nomor 18.099/M, KPS dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu Bagian Riset yang disebut Afdeling A dan Bagian Penyelenggaraan dan Tata Usaha yang disebut Afdeling B.
Dengan Keputusan Presiden RI Nomor 131 tahun 1957, Kementerian Perekonomian dipecah menjadi Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian. Terhitung mulai 1 Juni 1957 KPS diubah menjadi Biro Pusat Statistik (BPS), dan urusan statistik yang semula menjadi tanggung jawab dan wewenang Menteri Perekonomian dialihkan menjadi wewenang BPS dan berada dibawah Perdana Menteri. Berdasarkan Keputusan Presiden ini pula secara formal nama Biro Pusat Statistik dipergunakan. Memenuhi anjuran PBB agar setiap negara anggota menyelenggarakan Sensus Penduduk secara serentak, maka pada tanggal 24 September 1960 diundangkan Undang-undang Nomor 6 tahun 1960 tentang Sensus, sebagai pengganti Volkstelling Ordonantie 1930.
Dalam rangka memperhatikan kebutuhan data bagi Perencanaan Pembangunan Semesta Berencana dan mengingat Statistiek Ordonantie 1934 dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan cepatnya kemajuan yang dicapai negara kita, maka pada tanggal 26 September 1960 diundangkan Undang-undang nomor 7 tahun 1960 tentang Statistik. Berdasarkan keputusan Presidium Kabinet Republik Indonesia Nomor Aa/C/9 tahun 1965, maka setiap daerah tingkat I dan tingkat II dibentuk Kantor Cabang Biro Pusat Statistik dengan nama Kantor Sensus dan Statistik (KSS) yang bertugas menjalankan kegiatan statistik di daerah. Di setiap daerah administrasi kecamatan, dapat diangkat seorang atau lebih pegawai yang merupakan pegawai KSS di tingkat II dan ditempatkan di bawah Camat.
Filosofi
Yang dimaksud sadar statistik adalah terciptanya appresiasi yang tinggi dari masyarakat terhadap pentingnya arti dan kegunaan statistik, dimana setiap anggota masyarakat menyadari, menghayati dan sekaligus memiliki pengetahuan statistik yang cukup, sehingga terbentuk perilaku warga Indonesia yang “menyukai statistik”.
Dengan meresapnya sadar statistik tersebut di dalam jiwa masyarakat, maka penyelenggaraan kegiatan statistik akan menjadi mudah dan lancar. Pada tanggal 28 Juni 1996 Kepala BPS menghadap Bapak Presiden guna melaporkan berbagai kegiatan statistik, termasuk memohon petunjuk penetapan Hari Statistik. Disamping itu dengan surat Nomor 03240.0103 tanggal 22 Juli 1996, Kepala BPS memohon persetujuan Bapak Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia untuk menyelenggarakan peringatan Hari Statistik pada tanggal 26 September 1996. Berdasarkan surat nomor B.259/M.Sesneg/1996 tanggal 12 Agustus 1996 disetujui tanggal 26 September sebagai Hari Statistik.
Pertama kali Hari Statistik diperingati pada 26 September 1996, pada hari tersebut disosialisaikan Logo Hari Statistik dan dicantumkan pada kulit buku, sticker ataupun surat-menyurat selama bulan September 1996. Dalam penetapan Responden Teladan dipilih sebanyak 30 (tiga puluh) orang responden dari sektor industri, konstruksi, perkebunan, hotel serta pedagang. Kepada mereka dilakukan dialog mengenai pengalaman menjadi responden dan ditetapkan pula siapa-siapa yang menjadi responden teladan.
Dalam rangka pemberdayaan produsen juga dipilih mantri statistik teladan di tingkat kabupaten, propinsi dan nasional. Kegiatan yang sama berlanjut pada Hari Statistik 1997 yang kemudian berhenti dan hanya diperingati secara sangat sederhana.
Sumber Suwandi, 1997
Tidak ada komentar:
Posting Komentar