Hal tersebut disampaikan Kepala BPS, Rusman Heriawan, dalam bincang-bincang dengan wartawan di Jakarta, Selasa, 28 Juni 2011. "Jumlah angka peternak sapi sebenarnya mendekati swasembada, tapi kenapa kita masih impor?" kata dia.
Rusman mengungkapkan, BPS telah menggelar sensus sapi sepanjang Juni 2010 hingga 1 Juni 2011. Sensus ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan Indonesia mencapai swasembada daging pada 2014.
Untuk menggelar sensus ini, BPS mengumpulkan data dengan cakupan wilayah 97,5 persen berdasarkan 7.700 desa di Indonesia.
Hasil sensus menunjukkan, jumlah rumah tangga peternak di Indonesia seluruhnya mencapai 15,24 juta orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 5,9 juta merupakan peternak sapi, 13,51 juta peternak sapi potong, 529 ribu peternak sapi perah, dan rumah tangga peternak kerbau mencapai 1,2 juta.
Angka tersebut sebetulnya sudah mencukupi bagi Indonesia untuk mencapai swasembada daging. Namun, persoalannya, rumah tangga peternak sapi selama ini hanya memiliki ternak sebanyak 3-4 ekor.
Kondisi berbeda terjadi di luar negeri. Umumnya, peternak di negara lain memiliki hewan ternak dalam jumlah banyak.
"Di luar negeri, hanya satu orang tapi punya banyak sapi. Jadi memudahkan untuk Indonesia mengimpor," kata dia.
Berkaca dari hasil survei tersebut, BPS menilai persoalan swasembada sapi nasional terletak pada distribusi. Salah satunya adalah lokasi pasar hewan yang terbatas. Persoalan lain adalah kepemilikan sapi per orang yang relatif sangat sedikit.
Rusman mengharapkan agar pasar hewan lebih luas, sehingga penjual dan pembeli lebih mudah diakses, sehingga tidak ada distorsi karena rumah tangga ternak yang kecil-kecil.
Impor Berkurang, Peternak Sapi Bergairah
Penghentian ekspor sapi hidup maupun daging sapi dari Australia merupakan langkah terbaik dari pemerintah untuk kembali menggairahkan masyarakat memelihara sapi. Saat ini masayarakat atau khususnya peternak enggan memelihara sapi karena harga jatuh pada titik paling rendah.
Kepala Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan Pemerintah Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta, Edi Suhariyanta, menyatakan penyebab utama peternak enggan memelihara sapi adalah jatuhnya harga sapi akibat impor sapi yang dilakukan pemerintah.
"Ketika peternak kembali bergairah memelihara sapi karena harga menguntungkan bagi peternak, maka ketersediaan daging untuk konsumsi masyarakat akan terpenuhi," katanya,
Menurut Edi, kebijakan impor sapi atau daging sapi dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu seperti menjelang Hari Raya Idul Fitri, libur panjang akhir tahun. "Daerah tujuan impor sapi juga harus pada daerah yang jumlah sapinya terbatas seperti Sumatera atau Kalimantan," katanya
Lebih lanjut Edi menyatakan, dengan harga sapi yang jatuh juga berdampak menurunnya permintaan inseminasi buatan sebanyak 30 persen. Hal ini terjadi karena pasokan pakan kepada sapi betina hanya seadanya. "Saat banyak para peternak sapi yang menyembelih sapinya," kata Edi. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan pasar.
sumber : vivanews.com
Baca Selengkapnya...